PENYALAHGUANAAN PRAKTIK HAWALA (MEMINDAHKAN) UNTUK PENDANAAN TERORISME BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME
Keywords:
UU No. 9 Tahun 2013, Hawala, Tindak Pidana, Tindak Pidana PendanaanAbstract
Sistem hawala tidak menggunakan sistem pencatatan transfer internasional yang menggunakan kode SWIFT seperti pada sistem remitansi resmi, sehingga otomatis pengiriman dana yang menggunakan sistem altenative remittance system menjadi tidak terpantau dan tidak terlacak. Oleh karenanya sangatlah menarik dan penting untuk mengkaji bagaimana bentuk penyalahgunaan praktik hawala untuk pendanaan terorisme berdasarkan UU No. 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme? Dan apakah bentuk penyalahgunaan praktik hawala untuk pendanaan terorisme banyak terjadi di Indonesia? Metode penelitian hukum yuridis normatif dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Data yang diperoleh dari sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tertier dikumpulkan yang kemudian dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif. Dari hasil penelitian didapat bahwa praktik hawala sebagai salah satu bentuk atau tipologi pendanaan terorisme menjadikan sebagai bentuk tindak pidana pendanaan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 9 Tahun 2013. Dan upaya penanggulangan penyalahgunaan praktik hawala oleh Indonesia adalah dengan mengkombinasikan secara hard approach dan soft approach. Secara hard approach dengan menetapkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan praktik penyalahgunaan hawala dalam pendanaan teroris yakni UU No. 9 Tahun 2013 dan UU No. 3 Tahun 2011. Sedangkan secara soft approach dilakukan melalui BNPT melalui program deradikalisasi bagi narapidana teroris untuk memberikan counter-narratives.